Home » » Kitakah Orang yang Beriman Itu? (Refleksi Menjelang Ramadhan)

Kitakah Orang yang Beriman Itu? (Refleksi Menjelang Ramadhan)





Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa di bulan Ramadlan Allah SWT mensyari’atkan sebuah Ibadah yang Mulia yakni Ibadah Shaum. Sebuah Ibadah yang penuh dengan sekian banyak keutamaan yang nantinya akan didapat oleh orang-orang yang
melaksanakannya sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, tepat kiranya ketika Allah SWT mengamanahkan Ibadah Shaum kepada orang-orang “khusus” yang dipilih-Nya, yakni Orang-orang Mukmin. Hal ini tergambar secara jelas lewat Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] : 183 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Berarti, menjadi sesuatu hal yang perlu bagi kita untuk menelisik terlebih dahulu tentang diri kita “apakah kita orang-orang yang beriman itu”? Jika jawabannya adalah “Ya”, maka cukuplah bekal bagi kita dalam bentuk sebuah keyakinan bahwa memang kita adalah termasuk orang yang dikehendaki Allah SWT untuk melaksanakan Ibadah Shaum di bulan Ramadlan tersebut sehingga kita dapat menjalankannya dengan penuh percaya diri dan optimisme bahwa kita akan berhasil untuk menjalankannya dengan sebaik-baiknya.
Untuk mencari tahu apakah “Kita Orang yang Beriman itu?” perlu kita ketahui tentang apa dan bagaimana ciri / karakteristik orang yang beriman tersebut yang terdapat di dalam Firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW.
Pengertian Iman
Merujuk kepada pengertian Iman, yaitu :
اَلإِيْمَانُ هُوَ تَصْديْقُ بِالْقَلْبِ وَ إِقْرَارُ بِاللَّسَانِ وَ عَمَلُ بِالأَرْكَانِ
“Iman adalah Membenarkan dengan Hati, Meng-ikrarkan dengan Lisan dan melaksanakannya dengan anggota badan”.
Maka, kita dapat mengambil pelajaran bahwa Orang yang beriman itu adalah “Orang yang senantiasa menjaga hatinya tetap baik sehingga lisan dan amal perbuatannya juga akan selaras dengan kondisi hatinya tersebut”.

Orang yang beriman terkait dengan hatinya
Di dalam firman-Nya, Allah SWT membuktikan keterkaitan Iman seseorang dengan hatinya sebagaimana yang terdapat di dalam QS. Ar-Ra’ad [13] : 28.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Firman Allah SWT ini membuktikan bahwa, definisi Iman berkaitan dengan hati adalah benar adanya. Karena dalam ayat tersebut Allah SWT menyebutkan kata “Orang yang beriman”, bersandingan langsung dengan gambaran hatinya yang akan tenteram dikarenakan dia mengingat Allah SWT.

Hati adalah Penentu Lisan dan Perbuatan seseorang
Tentang hati, Rasulullah SAW pernah bersabda :
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ  ...... أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ  (رواه مسلم)
dari An Nu'man bin Basyir dia berkata, "Saya mendengar dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : .... Ketahuilah, bahwa dalam setiap tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh badannya, namun jika segumpal daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, gumpalan darah itu adalah hati."   (HR. Muslim ; 2996)
Berkaca lewat hadits Rasulullah SAW tersebut, maka patutlah kita berhati-hati menjaga hati kita agar tetap baik sehingga tidak terjangkiti oleh penyakit hati yang akan berpengaruh buruk terhadap lisan dan tingkah laku kita.

Contoh Penyakit Hati
Hati berpotensi terjangkiti penyakit, itulah mengapa di dalam Al-Qur’an Allah SWT menyebutkan :
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذّابٌ أَلِيمُ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
10. dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (QS. Al-Baqarah [2] : 10)
dan juga di dalam QS : At-Taubah [9] : 125 Allah SWT berfirman :
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
125. dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir.
Kedua ayat ini secara jelas memberikan gambaran bahwa hati berpotensi memiliki penyakit (walaupun konteksnya adalah hatinya orang kafir).
Secara Fisik, hati berpotensi terkena penyakit seperti Hepatitis, HIV, Liver, dan lain-lain. Penyakit tersebut akan mengancam si penderitanya hingga kepada kematian secara fisik. Akan tetapi, ada yang jauh lebih berbahaya dari itu, yakni adalah penyakit psikis pada hati seorang manusia yang hal ini juga akan membuat kondisi psikis (kijiwaan) manusia sehingga tidak dapat lagi hidup bersesuaian dengan aturan agama (Islam). Diantara penyakit Hati secara psikis tersebut adalah SOMBONG.

Tentang Sombong, Allah SWT berfirman :
وَلاَتُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Dari ayat ini Allah SWT memberikan penjelasan tentang larangan bersikap sombong dan gambaran nyata tentang sikap orang yang sombong yakni dia memiliki gestur (bahasa tubuh) senantiasa memalingkan mukanya dari manusia lainnya dan hal ini dapat dilihat secara kasat mata. Padahal, belum tentu dia memiliki kelebihan dan kemuliaan yang lebih dari manusia yang lain di hadapan Allah SWT. Bagi manusia yang sombong, Allah SWT telah menyiapkan NERAKA JAHANNAM sebagai tempat kembalinya sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Mu’min [40] : 76.
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
76. (Dikatakan kepada mereka): "Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka Itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong ".
Imam Ibnu Qayyim mengatakan : “Hati terbagi kepada tiga macam, yaitu : Hati yang Sehat, Hati yang Sakit, dan Hati yang Mati. Hati yang sehat adalah hati yang tidak ada penghalang yang mencegahnya dari menerima kebenaran, mencintainya, mengutamakannya diatas pengetahuan sendiri, maka ia tepat dalam menyadari kebenaran, sempurna dalam ketundukan dan penerimaannyaterhadap kebenaran. Sedangkan hati yang sakit adalah hati yang di dominasi oleh penyakit yang membuatnya mati lagi keras, dan bila kesehatannya lebih dominan maka ia akan membuatnya sehat. Ia (hati) itu hidup tapi memiliki penyakit. Di dalam hati yang sakit terdapat kesenangan terhadap syahwat, mengutamakan (selalu berambisi) meraih hasad, sombong, congkak, suka meninggikan diri dan melakukan kerusakan dalam kepemimpinan. Hati yang sakit teruji dengan dua godaan seruan. Yang satu seruan mengajaknya kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat, sedangkan satu seruan lagi mengajaknya kepada kenikmatan sementara, dan ia merespon peluang yang paling dekat dengannya. Sedangkan Hati yang Mati adalah hati yang tidak mengenal Allah SWT, tidak beribadah kepada-Nya den gan perintah-Nya, tidak mencintai dan meridloi-Nya. Bahkan, ia menghamba kepada kesenangan dan syahwatnya. Walaupun disitu terdapat murka dan laknat Allah SWT, maka dia sama sekali tidak peduli, bila ia telah meraih kesenangan syahwatnya tidaklah dia hiraukan apakah Allah SWT meridloi atau memurkainya. Hati yang mati menjadikan hawa nafsu di hadapannya, syahwat sebagai pemimpinnya, kebodohan sebagai supir dan pengendaranya, dan kelalaian sebagai kendaraannya. Dia hanya berfikir mencapai target-target dunianya, mabuk dalam hawa nafsunya dan cinta kesenangan yang sementara. Dia diseru kepada Allah SWT dan kampung akhirat dari tempat yang jauh, namun dia tidak menjawab pemberi nasehat itu. Dia mengikuti keinginan Syetan, padahal dunia bisa memurkai dan membencinya. Syahwat nafsu membutakannya dan mematikannya.[1]




 
 
 
 
 
 
 
 
Oleh : Achmad Fadillah Sulaeman, S.Sos.I
[1]  Obat Hati, Antara Terapi Ibnul Qayyim & Ilusi Kaum Sufi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah.

Written by : Your Name - Describe about you

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam id libero non erat fermentum varius eget at elit. Suspendisse vel mattis diam. Ut sed dui in lectus hendrerit interdum nec ac neque. Praesent a metus eget augue lacinia accumsan ullamcorper sit amet tellus.

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for visiting ! ::

0 komentar:

Posting Komentar