Alhamdulillah.... PW. Pemuda PERSIS
DKI Jakarta telah menyelenggarakan kegiatan Diskusi Hukum & Politik dalam
bentuk Bedah Disertasi Dr. H. Jeje Zaenudin, M.Ag, dengan judul “Gradualitas Legislasi Hukum Islam di
Indonesia” (Manhaj Penegakan Syari’at Islam di Indonesia) pada hari Senin, 31
Maret 2014 di Aula PC. PERSIS Matraman, Jakarta Timur (PPI. 69 Matraman).
Acara ini menghadirkan 2 narasumber, yaitu :
Acara ini menghadirkan 2 narasumber, yaitu :
1. Ust. Dr. H. Jeje Zaenudin,
M.Ag (Ulama PERSIS / Ketua Majelis
Hukum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia/MIUMI),
2. Ust. Drs. Alfian Tanjung (Pimpinan Taruna Muslim dan Wakil Ketua Departemen Penguatan
Ideologi DPP. Partai Persatuan Pembangunan/PPP).
Acara ini di hadiri oleh para
anggota, simpatisan dan jama’ah PERSIS serta di hadiri pula oleh para Asatidzah
Pesantren PERSIS 69 Matraman dan Santriwan dan Santriwati Tingkat
Mu’allimin/Aliyah. Acara ini juga dihadiri oleh Ust. H. S. Kahfi Amin,
Ketua PW. PERSIS DKI Jakarta.
Acara ini diawali dengan
pemaparan latar belakang diadakannya acara tersebut oleh Achmad Fadillah
Sulaeman, S.Sos.I sebagai Ketua PW. Pemuda PERSIS DKI Jakarta. Beliau
menyatakan : “yang melatar belakangi acara ini salah satunya adalah, munculnya
pernyataan seseorang yaitu ketika Syi’ah pada Pemilu 2014 ini giat bergerak
untuk masuk ke dalam Parlemen lewat Caleg-calegnya, maka gimana PERSIS?”,
PERSIS sebenarnya tetap Eksis dan tetap mampu memberikan Sumbangsihnya lewat Ide
dan Gagasan dari para Ulamanya yang salah satunya adalah apa yang tertuang
dalam Disertasinya Ust. Dr. H. Jeje Zaenudin, M.Ag tersebut, oleh karena itu
kami menyatakan bahwa Disertasi Beliau merupakan Sebuah Gagasan dan Kontribusi
Nyata dari PERSIS untuk Indonesia”, tegasnya.
Kemudian setelah itu, Ust.
Dr. H. Jeje Zaenudin, M.Ag pun menyampaikan Ide serta Gagasannya dan hasil
penelitiannya dalam Disertasi Beliau tersebut. Beliau mengatakan : “Disertasi
ini sudah di uji oleh 8 Profesor”. Dan Beliau juga menyatakan bahwa Nilai-nilai
Islam sebenarnya sudah terkandung (diakomodasi) didalam sekian banyak
perundang-undangan, diantaranya Undang-undang Perkawinan, Undang-undang
Peradilan Agama, Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-undang
Perzakatan, Undang-undang Otonomi Daerah Khusus Aceh NAD, Undang-undang
perwakafan, Undang-undang Ekonomi Syari’ah, Undang-undang tentang surat
berharga syari’ah, Undang-undang Perbankan Syari’ah, Undang-undang Perpajakan,
Kompilasi Hukum Islam, dll. Sehingga, Islam sudah mewarnai negara Indonesia ini
sejak dulu. Hukum Islam di Indonesia ini
ada, melalui sebuah Tahapan (Tadarruj/Gradual). Tidak secara langsung ada karna
demikian pula Allah SWT menurunkan Syariahnya dalam bentuk wahyu kepada
Rasulullah SAW”. Kemudian Beliau mencontohkan beberapa Syari’ah yang ada dalam
Islam yang ditetapkan melalui proses Tadarruj (bertahap) seperti : Pengharaman
Khamr dan Pengharaman Riba. Dalam Makalahnya, Beliau juga menyampaikan bahwa ; Sebagai
buah dari penelitian ini, penulis sampai kepada beberapa kesimpulan penelitian
sebagai berikut:
Pertama. Tadarruj (gradualitas)
sebagai asas pembentukan hukum Islam dirumuskan dan disimpulkan dari empat
fakta utama: (1) Fakta historis penurunan Al Qur’an. (2) Fakta pernyataan
beberapa ayat Al Qur’an yang secara eksplisit menegaskan bahwa Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur. (3) Praktek dan pengajaran Nabi Muhammad
kepada para sahabatnya. (4) Kesaksian sahabat Nabi tentang keberangsuran
penurun hukum syariat.
Kedua. Tadarruj pembentukan
hukum Islam pada masa masa Nabi (‘ahdu al tasyri’) diimplementasikan dalam dua
bentuk: (1) Tadarruj dalam pembentukan keseluruhan ajaran Islam melalui
pewahyuan Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Ajaran Al-Qur’an dimulai dengan
penanaman Aqidah Tauhid, kemudian tatacara ibadah kepada Allah, akhlaq atau
budi pekerti di antara sesama manusia, hingga ke masalah hukum muamalah, hukum
pidana, dan tata negara. (2) Tadarruj dalam perincian setiap hukum yang telah
diturunkan. Yaitu setiap satu jenis syariat diturunkan secara bertahap sampai
menjadi suatu hukum yang final. Seperti keberangsuran dan tahapan dalam
pensyariatan shalat, puasa, zakat, pengharaman riba, pengharaman khamr, hukum
warisan, dan sebagainya. Tadarruj pembentukan hukum Islam pada masa Nabi mencakup
dimensi waktu, tempat, dan materi hukum. Al Qur’an diturunkan selama 22 tahun
lebih pada dua periode dakwah Nabi di Mekah dan Madinah. Sedang hukum Islam
diturunkan secara bertahap mencakup Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan Akhlaq.
Ketiga. Asas tadarruj pembentukan
hukum Islam relevan dengan sistem pembentukan perundang-undangan Indonesia
terutama dari empat landasan legislasi nasional. Secara filosofis pembentukan
hukum Islam dimaksudkan untuk tegaknya keadilan dan kesejahteraan dalam
bernegara melalui pembangunan hukum secara berangsur-angsur; Secara yuridis
pembentukan hukum Islam merupakan pelaksanaan Pasal 29 UUD 1945 yang
aplikasinya mengikuti pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan dan
ditempuh melalui program legislasi nasional secara bertahap dan
berkesinambungan sesuai dengan skala prioritas kebutuhan hukum; Secara sosiologis pembentukan hukum Islam merupakan
jawaban terhadap perubahan sosial di tubuh
umat Islam itu sendiri yang semakin sadar atas kebutuhan hukum yang
berdasar norma-norma agama mereka; Secara politis pembentukan hukum Islam
sejalan dan didukung dengan politik hukum pemerintah yang secara
berangsur-angsur semakin responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Keempat. Aplikasi asas Tadarruj
dalam legislasi hukum Islam di Indonesia dapat dibagi atau dibedakan berdasar
macam, sifat dan bentuknya.
a. Dari sudut macam-macamnya,
aplikasi asas tadarruj dapat dibedakan kepada dua macam: (1) Tadarruj Kulli.
Yaitu keberangsuran pembentukan undang-undang Islam secara universal. Tadarruj kulli
mencakup dimensi waktu, tempat, dan sistem hukum yang terdiri dari tadarruj
pada aspek struktur, substansi atau materi hukum, dan kultur hukum. (2)
Tadarruj Juz’i. Yaitu keberangsuran pada pembentukan perundang-undangan hukum
Islam secara partikular pada tiap-tiap bidang hukum yang diundangkan untuk
mencapai format dan substansi yang lebih sempurna. Sebagaimana nampak pada
pembentukan setiap materi undang-undang yang tidak cukup hanya dengan satu kali
pengundangan, melainkan diikuti dengan peraturan pelaksanaan dan revisi-revisi
terhadap undang-undang sebelumnya.
b. Ditinjau dari segi sifatnya,
tadarruj legislasi Islam di Indonesia juga menunjukan dua sifat atau pola yang
berbeda, yaitu tadarruj yang bersifat vertikal dan horisontal.
Sifat tadarruj vertikal, yaitu
perkembangan pembentukan perundang-undangan Islam yang sifatnya tegak lurus
meningkat atau menurun. Tadarruj vertikal yang sifatnya menurun, dari norma
hukum dasar yang bersifat abstrak terdapat pada norma filosofis dasar negara,
yaitu Pancasila, turun menjadi norma yuridis konstitusional yang terdapat dalam
Pasal 29 UUD 1945, kemudian diwujudkan menjadi norma hukum Islam tertulis
melalui proses legislasi. Tadarruj vertikal yang sifatnya meningkat terjadi
pada proses transformasi hukum Islam dari norma-norma hukum fiqih yang hidup
dalam masyarakat, kemudian dirumuskan menjadi undang-undang atau qânûn sebagai produk legislasi. Sifat tadarruj horisontal, yaitu bersifat
menyamping, meluas atau melebar. Yaitu satu materi hukum Islam dilegislasikan
sebagai kelanjutan dari keberadaan undang-undang yang lain yang sederajat. Atau
sebagai pelaksanaan pembuatan undang-undang yang bermuatan hukum Islam yang
keberadaanya dituntut oleh undang-undang yang telah dibentuk sebelumnya. Atau
pelegislasiannya sebagai pembuatan materi hukum Islam yang baru dari
materi-materi hukum Islam yang telah ada sebelumnya.
c. Ditinjau dari segi bentuk
aplikasi asas tadarruj dalam legislasi hukum Islam di Indonesia meliputi: (1) Pemeliharaan terhadap
hukum yang telah ada; (2) Penciptaan hukum baru; (3) Pembaruan dan perubahan atau revisi terhadap
produk legislasi yang telah ada
sebelumnya; (4) Pembatalan dan atau penggantian suatu produk legislasi dengan
legislasi hukum Islam. Beliau juga memaparkan berbagai hal yang menjadi temuan
Beliau, yaitu : Pertama. Dari fakta-fakta perkembangan legislasi hukum Islam di
Indonesia yang dikaji sepanjang penelitian ini, penulis sampai pada temuan
bahwa rumusan aplikasi asas tadarruj legislasi hukum Islam di Indonesia ialah
“pembentukan undang-undang Islam secara berangsur-angsur melalui
langkah-langkah: (1) meletakan pijakan filosofis dan yuridis dalam falsafah dan
konstitusi negara; (2) memasukan materi bidang hukum Islam ke dalam suatu
undang-undang nasional atau ke dalam peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang untuk menjadi payung hukum bagi pengaturan lebih lanjut; (3)
pembentukan materi undang-undang Islam tersendiri yang merupakan transformasi
dari fiqih ke qânûn; (4) setelah menjadi undang-undang, kemudian dilaksanakan,
dievaluasi dan direvisi dari masa ke masa sesuai dengan tuntutan perkembangan
masyarakat, peradaban dan kebudayaan manusia.”
Apabila kebutuhan suatu hukum
sudah mendesak sementara faktor
filosofis, yuridis, maupun
politis sudah mendukung untuk membentuk
undang-undang suatu bidang hukum Islam, bisa saja tahap kedua dari
langkah-langkah tadarruj di atas dilewati dan langsung ke tahap ketiga, seperti
dalam kasus pembentukan UU No.19 Tahun 2008 tentang SBSN. Sebagaimana juga
revisi tidak perlu dilakukan selama undang-undang yang ada dipandang masih
efektif dan relevan.
Kedua. Bentuk aplikasi tadarruj
hukum Islam di Indonesia yang meliputi aspek pemeliharaan, pembentukan hukum
baru, pembaharuan hukum, dan penggantian hukum, ditemukan kesesuaiannya dengan
kehendak UUD 1945. Yaitu pada Aturan Peralihan Pasal II (sebelum diamandemen)
yang berbunyi, “Segala badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Setelah diamandemen berubah menjadi Aturan Peralihan Pasal I yang berbunyi,
“Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Ketiga. Penerapan asas
tadarruj dalam pembentukan
perundang-undangan Islam telah melahirkan fleksibilitas, adaptabilitas, dan
imunitas hukum Islam dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang sulit
dalam memperjuangkan tegaknya hukum Islam dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Terbukti dengan tetap eksis dan berlangsungnya pembentukan peraturan
perundang-undangan Islam dalam bentuk dan kadar yang berbeda-beda meskipun di
bawah tekanan rezim yang berubah-ubah.
Keempat. Produk legislasi Islam
di Indonesia tidak dinamakan sebagai Undang-Undang Syariat tetapi dinamakan sebagai Undang-Undang Nasional
karena Konstitusi Indonesia yang tidak menyatakan diri sebagai Negara Islam.
Akhirnya, sebagai penutup makalah Beliau, Ust. Dr. H. Jeje Zaenudin, M.Ag
menyampaiakn rekomendasi-rekomendasi, yaitu ;
1. Asas tadarruj adalah asas
universal pembentukan hukum Islam yang berlaku di sepanjang zaman dan setiap
tempat, tetapi aplikasinya bisa berbeda antara satu masa dengan masa yang lain,
demikian pula antara satu negara dengan negara yang lain. Umat Islam tersebar
di berbagai belahan dunia dan hidup di berbagai negara yang menganut sistem
hukum berbeda-beda, maka dengan ditemukannya teori aplikasi asas tadarruj pada
legislasi hukum Islam di Indonesia perlu dilakukan penelitian lebih tentang
aplikasi asas tadarruj hukum Islam pada negera-negara yang menganut sistem
hukum yang berbeda-beda. Sehingga bisa ditemukan informasi dan fakta-fakta
tentang persamaan dan perbedaan aplikasi asas tadarruj legislasi hukum
Islam pada setiap negera yang dihuni umat
Islam.
2. Berdasar temuan penelitian
ini, perjuangan penegakan syariat Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia telah mempunyai pijakan yang kuat dari aspek landasan
filosofis dan landasan yuridis konstitusional sebagai buah perjuangan para
pemimpin Islam yang tergabung dalam penyusunan Undang-Undang Dasar 1945. Maka
langkah selanjutnya dalam menegakan syariat Islam adalah memperjuangkan
kekuatan politik dan kekuatan sosial Islam di Indonesia yang akan menjadi
landasan bagi pembentukan perundang-undangan Islam berikutnya. Membangun
kekuatan politik Islam di antaranya dengan memperkuat posisi dan eksistensi
partai-partai Islam serta memperbanyak kader-kader Islam yang menempati jabatan
strategis dalam struktur kekuasaan sehingga semakin banyak kader-kader Islam
yang memperjuangan hukum Islam di lembaga legislatif maupun eksekutif. Sedang membangun kekuatan
sosial Islam adalah dengan meningkatkan kualitas kefahaman dan kesadaran umat
terhadap Islam, meningkatkan sumberdaya umat Islam di bidang ekonomi, sain, dan
teknologi. Ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga dakwah Islam mempunyai peran
yang penting dan strategis dalam membangun kekuatan sosial Islam sebagai salah
satu pilar dasar pembentukan hukum syariat dalam sistem hukum Indonesia.
Apa yang di paparkan oleh Ust. Dr.
H. Jeje Zaenudin, M.Ag, rupanya membuat Narasumber kedua yakni Ust. Drs. Alfian
Tanjung Ta’jub dan mengapresiasi secara Positif. Bahkan, Beliau meminta agar
Ust. Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag berkenan untuk mengajarkannya kepada umat Islam
baik lewat membukukan Disertasi Beliau, ataupun kuliah-kuliah ilmiah di
kampus-kampus maupun di ormas-ormas
Islam di Indonesia bahkan meminta Beliau untuk berkenan mengajarkannya kepada keluarga besar Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Islam di Indonesia bahkan meminta Beliau untuk berkenan mengajarkannya kepada keluarga besar Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Demikianlah sekilas tentang
acara Bedah Disertasi Ust. H. Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag , yang dilaksanakan di
Dki Jakarta. Tentunya masih jauh dari kata sempurna dan memuaskan. Oleh karena
itu, PW. Pemuda PERSIS DKI Jakarta senantiasa mengevaluasi dan menganalisa
berbagai kekurangan yang di miliki untuk diperbaiki di masa mendatang. Meskipun
diwarnai kritikan dan koreksian, tapi kami memandang hal tersebut adalah sebuah
stimulus bagi kami untuk menjadi lebih baik. Akan tetapi, kami bersyukur kepada
Allah SWT dapat membuktikan diri kami bahwa kami mampu membuktikan Slogan atau
Jargon yang biasa dikumandangkan oleh seluruh kader Pemuda PERSIS di dunia ini
yakni “Anaa Muslimun Qabla Kulli Syai’in”, yang bermakna siapapun kader
Pemuda PERSIS harus berupaya menjadi Pelopor dalam berbagai hal dari siapa-pun
termasuk dari Organisasi Induknya di Jakarta dalam “meng-apresiasi Karya Besar
dari Ust. Dr. H. Jeje Zaenuddin, M.Ag tersebut.
Wallaahu
‘Aalaam bissawaab.
0 komentar:
Posting Komentar